Pada awalnya sebuah penyangkalan atas kamu ialah hal
paling masuk akal. Bahwa mempercayai kamu adalah selewatan kisah dalam hidupku
yang basah. Dengan peluh, air mata, senyum-senyum penyembunyi amarah dan
kecewa. Hingga kini, sudah entah berapa bulan lahir kemudian mati kita saling kenal
ditambah beberapa kali bertemu. Aku jatuh suka.
Meskipun kita tidak lagi memandang gugusan awan yang
sama, terpisah ribuan kilometer dan milyaran molekul samudera hingga kau
akhirnya bisa tiba di persisirku dan aku di pelukanmu. Kita tidak pernah
benar-benar terpisah.
Ada saja yang selalu menyita waktu kita berbincang,
di jaringan interaksi social. Kita menikmati apa adanya kita tanpa menuntut
terlalu banyak, tanpa menyembunyikan apa-apa tentang hal-hal yang tak kita
ceritakan pada semua orang. Tanpa sadar kita membangun dunia sendiri di bawah
permukaan dunia yang kita sama-sama kenal. Hanya berdua saja.
Mungkin . . .
Tak perlu ada yang aku takutkan, kehilanganmu jauh
dari pikiran. Karena jika satu hari kamu tidak muncul, kamu tidak pernah pergi
terlalu jauh. Semakin kamu tidak ada, semakin aku yakin kamu tidak pergi
kemana-mana.
Jika kamu hadir setiap waktu, aku malah takut kamu
akan pergi suatu hari dan tidak akan kembali lagi.
Mudah sekali mencintaimu, aku mengerti kenapa kamu
istimewa bagi seseorang. Pun bagaimana kamu sangat menyita perhatian. Selama
ini aku mengenal benteng-benteng dan pagar-pagar dalam hal mencintai agar aku
tidak terluka lagi jika aku terlalu tidak peduli dengan kenyataan di sekitarku.
Maka, aku membatasi diriku, untuk tidak mencintaimu.
Sebuah penyiksaan manis. Sesungguhnya.
Aku tidak bisa mengakui cintaku padamu, karena ada hati lain yang
mencintaimu lebih dulu dari aku. Dan mungkin lebih besar dari milikku



Posting Komentar