Teruntuk,
Sang Pelupa
" Dinginnya kata, lebih menyakitkan dinginnya sikap.Dinginnya malam, lebih menyakitkan dinginnya pelukan. "
Entahlah, apa yang membuat kau
selalu menyukai berjalan di gelap tanpa cahaya. Lumpuh langkah terkadang
membuat lelah tuk sekedar berpijak, hingga dingin membekukan apa yang ada
didalam. Yang tersisa hanya sebuah rasa yang mati ditelan masa.
Rasa takut, cemas, kekecewaan, sakit hati dan traumatis rasa di
belakang nampaknya selalu menjadi kacamata hitam untuk mata. Bukankah bayangan
seharusnya di belakang, bukan di muka? Lalu mengapa kaca mata hitam menjadi
mata untuk kalian berjalan? Bukankah malam yang selalu kalian suka jalani?
Adakah guna kacamata hitammu untuk sebuah malam?
Bayangan hitam yang selalu menghantui sejatinya berada di
belakang, bukan di mata. Seharusnya menjadi penopang, saat nyata melumpuhkan
ingatan. Seharusnya menjadi selimut, saat dingin menghujam-hujam malam yang
kelam. Sadarkah kalian, betapa pagi kalian jadikan malam? Seakan Tuhan tak kan
memberi cahaya bagi malam. seakan Tuhan tak menyempurnakan putih untuk sang
hitam. Seakan Tuhan tak menciptakan pasangan bagi masing-masing manusia.
Saat ombakmu surut, bersabarlah sebentar. Itu hanya bagian
terdalam sang ombak tuk kembali pasang. Adakah percaya di dalamnya bahwa Tuhan
telah mengatur semuanya bahkan untuk hal terkecil yang acap kali tak kau
hiraukan? Mengapa terpuruk dijadikan rumah bagi hati-hati yang kian membusuk
untuk ditinggali? Mengapa berhenti jika kau masih bisa berjalan. Meski hidup
bagaikan labirin besar di sebuah taman, percayakah kau bahwa terdapat banyak
titik temu diantaranya? Meski hidup bagaikan puzzle tak beraturan, percayakah
kau bahwa hanya dengan percikan waktu dan daya pikir, kau bisa membentuk
gambaran besar untuk apa yang kau cari? Percayakah kau?
Bagiku, cobaan merupakan kunci kebahagiaan. Bagaimana mungkin
kau menghargai bahagia, jika bencana tak pernah singgah bahkan untuk sekedar
menyapa? Terkadang kita hanya lupa bagaimana mengucap syukur meski hanya
sebentar saja. Untuk pagi-pagi yang selalu menyegarkan, untuk hujan yang selalu
menyejukkan, untuk senyum dari orang-orang terkasih, untuk kebaikan yang bahkan
tidak kita harapkan, untuk rezeki yang bahkan cuma sekedar lewat, untuk bencana
yang membawa berkah, bahkan untuk setiap hembusan nafas dariNya. Pernahkah
sebentar saja tuk mengucap syukur untuk apa yang kita miliki bahkan untuk yang
tidak pernah kita pinta sebelumnya? Bukankah, setidaknya kau masih memiliki
hidup?
Manusia dengan segala egonya. Meminta banyak tanpa sedikitpun
memberi. Menjadikan satu-satunya korban yang patut tuk dikasihi. Menyalahkan
diri sendiri untuk apa yang tak pernah terjadi atau bahkan lebih buruknya ialah
menyalahkan Tuhan untuk ketidak-adilan bagi sang tragedi. Hey, sudahlah.
Berhentilah meminta untuk hal yang tak pernah kau coba tuk diusahakan.
Berhentilah untuk memaksakan keinginan yang tak seharusnya. Berhenti
menyalahkan dirimu sendiri terlebih Tuhan yang bahkan tak pernah kau sebut
dalam puluhan juta kata yang terlontar dari bibirmu di tiap harinya.
Berhentilah.
Apa yang kau inginkan, tidak
selalu yang kau butuhkan. Dan Tuhan tahu itu.
Masihkah kau bertanya?
Ikhlaskan untuk apa yang tak pernah terjadi. Percayakan untuk
setiap cahaya bagi gelap yang kau jalani. Dan bersabarlah untuk sebuah pasang
yang surut. Syukurilah untuk apa yang kau miliki sebelum Tuhan mengambilnya
kembali.
Sesungguhnya, kebahagian terselip diantara syukurmu.
Jika ada kata untuk mendeskripsikan
Tuhan, aku menyebut itu “Cinta”.
Tertanda,
Sang Pengingat (Yang acapkali
lupa)



Aku bner2 suka tulisan kamu.. :)