Unknown
20 November masih di Tahun yang sama 2013.
Seharusnya sore ini gue bisa dapet “kepastian” perkara skripshit gue. Yaah, ini hari rencananya mau disetujuin skripsi gue. Kalo udah disetujuin gue bisa kompre, sidang dsb.
Jadwal ketemuan bukan di tempat biasanya. Kalo biasanya tuh kan di “kerajaan”nya si doy, tapi kali ini ketemuan di kampus, jurusan gue. Ketemuan dijadwalkan pukul  17.30 waktu Indonesia bagian Tembalang dan gue dah tongkrongin dari jm 5 (sore yaa). Ya sambil nunggu apa salahnya liat mahasiswi FIB tuh, kata temen KKN ku cantik-cantik mahasiswi FIB. Cuman katanya lho yaaa...
Gak kerasa dah jam 6 aja, tapi si doy belum nampak. Supaya hemat waktu gue langsung ke lantai 1 ke mushola, maghrib juga soalnya. Shalat gue agak dicepetin. Perkara diterima atau gaknya sama Tuhan mah bukan urusan gue. Gue anggap shalat gue sah , dan gak ada balasan dari Tuhan bahwa shalat gue “Pending atau Resend”. Dah kayak sms aja yaa... hehee
Jam 6.08 gue dah tongkrongin lagi tuh jurusan, jam segitu pegawai di Jurusan dah sepi.
Asli bener bener serem lorong sepanjang jurusan kalo dah kelewat jam 6,  Sepi, gelap, sendiri pula. 

Daripada bengong gue dengerin musik dr hp sambil nunggu si doy. Berbekal headset, gue shuffle lagu yang ada di hp gue. Eh anjriit, lagi sepi gini, sendirian pula malah lagunya Sarasvati yang ke-play rada merinding jadinya. Gue lihat HP lagi ternyata udah hampir jam 7, tapi si doy tetep aja blum nongol. Dipikiran gue mungkin dia lupa (posting), gue sms doy yang intinya lagi dimana? . eh sepi sepi aja gak ada balesan. Hmmm . . . .

Gue dah berasa kaya orang ilang, orang cari wangsit atau apalah. Tongkrongin di depan Jurusan dari jam 5 sampe jam 7. Lama kelamaan agak bete juga nih. Akhirnya gue cek dijadwal.  Gue naik ngecek ke seluruh ruangan di lantai 3.
Jriiiiiit..........., seluruh ruangan di lantai 3 dah sepi, senyap gak ada mahluk yang namanya manusia 1 pun. Di lantai 2 hanya tinggal dua orang pegawai, itupun dari Jurusan Sasing.
Akhir kata gue baru nyadar bahwa gue dah ditinggal pulang sama doy untuk yang KEDUA kalinya.
ARRRRGGGGGHHHH ....!!!!!!!! 
Ditinggal 1 kali lagi dapet hadiah payung cantik deh
-_-
Unknown
20 November masih di Tahun yang sama 2013.
Seharusnya sore ini gue bisa dapet “kepastian” perkara skripshit gue. Yaah, ini hari rencananya mau disetujuin skripsi gue. Kalo udah disetujuin gue bisa kompre, sidang dsb.
Jadwal ketemuan bukan di tempat biasanya. Kalo biasanya tuh kan di “kerajaan”nya si doy, tapi kali ini ketemuan di kampus, jurusan gue. Ketemuan dijadwalkan pukul  17.30 waktu Indonesia bagian Tembalang dan gue dah tongkrongin dari jm 5 (sore yaa). Ya sambil nunggu apa salahnya liat mahasiswi FIB tuh, kata temen KKN ku cantik-cantik mahasiswi FIB. Cuman katanya lho yaaa...
Gak kerasa dah jam 6 aja, tapi si doy belum nampak. Supaya hemat waktu gue langsung ke lantai 1 ke mushola, maghrib juga soalnya. Shalat gue agak dicepetin. Perkara diterima atau gaknya sama Tuhan mah bukan urusan gue. Gue anggap shalat gue sah , dan gak ada balasan dari Tuhan bahwa shalat gue “Pending atau Resend”. Dah kayak sms aja yaa... hehee
Jam 6.08 gue dah tongkrongin lagi tuh jurusan, jam segitu pegawai di Jurusan dah sepi.
Asli bener bener serem lorong sepanjang jurusan kalo dah kelewat jam 6,  Sepi, gelap, sendiri pula. 

Daripada bengong gue dengerin musik dr hp sambil nunggu si doy. Berbekal headset, gue shuffle lagu yang ada di hp gue. Eh anjriit, lagi sepi gini, sendirian pula malah lagunya Sarasvati yang ke-play rada merinding jadinya. Gue lihat HP lagi ternyata udah hampir jam 7, tapi si doy tetep aja blum nongol. Dipikiran gue mungkin dia lupa (posting), gue sms doy yang intinya lagi dimana? . eh sepi sepi aja gak ada balesan. Hmmm . . . .

Gue dah berasa kaya orang ilang, orang cari wangsit atau apalah. Tongkrongin di depan Jurusan dari jam 5 sampe jam 7. Lama kelamaan agak bete juga nih. Akhirnya gue cek dijadwal.  Gue naik ngecek ke seluruh ruangan di lantai 3.
Jriiiiiit..........., seluruh ruangan di lantai 3 dah sepi, senyap gak ada mahluk yang namanya manusia 1 pun. Di lantai 2 hanya tinggal dua orang pegawai, itupun dari Jurusan Sasing.
Akhir kata gue baru nyadar bahwa gue dah ditinggal pulang sama doy untuk yang KEDUA kalinya.
ARRRRGGGGGHHHH ....!!!!!!!! 
Ditinggal 1 kali lagi dapet hadiah payung cantik deh
-_-
Unknown
ini bukan ceritera manis sayang,
ceritera perihal kembang gula
pun perihal bianglala
atas segala gelitik pasar malamnya
bukan pula dongeng anak kecil
keceriaan bersepeda dari pagi hingga senja


inilah crita tentang sebuah jeda, 

sela ,
dan niskala.
menuntut kaki lebih berani menari
disetiap jengkal rimanya
meski harus tertatih kemudian letih

kini aku, kamu tak pantas disebut kita
kita sebuah jeda , 

sela 
dan asa
yang digantung dibawah pohon Ara
dimana jarak hanya sebatas jengkal 

diantara buah dada, kelamin 
dan isi kepala kita


Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Teruntuk wanita berpayung hujan,

Sayang, Apa kau mengerti hujan? Aku hampir mati dalam ketukan gigi di kepala pada hitungan ketiga. Ingin pecah rasanya. Kau dingin untuk asingnya dunia. Entah berapa kali hujan menelanjangi malam tak bertuan, aku tlah lupa. Lelah sepi jika hanya melulu dingin serupa pelukan yang tumpah ruah. Suara-suara mengurai tabir gelap puisi-puisi malam tanpa menjamah rima. 
Kau perlakukan sama, aksara kau rangkai indah dalam ingatan.
Ada senang dalam getir bait-bait tak berjeda; dalam jeda berirama senja. Buah bibir berbuah percakapan tiap-tiap malam; gairah pelukan-pelukan maya; ciuman mentari pembunuh mimpi-mimpi jahanam.
Kali ini Aku ingin pipis dalam kantung-kantung hitam yang malam. Biar mudah kubuang jenuh ke selokan-selokan sang pemimpi yang bermimpi memiliki mimpi. Jenuh datar di tiap-tiap pusaran . Dingin tanpa lengan di tangan.
Serunai rinai di tiap-tiap senja. Gaduh  menggaduhkan kepala, kau menari-nari tanpa jeda untuk mengeja. Dingin menusuk dalam-dalam rindu, rindukan pelukan berlengan; berikan nyaman; berikan aman. Kudapati sisi duduk dengan hujan di mata, menghujani berada-beranda penantian. Gigil bibir-bibir yang buta kan makna. Memaknai malam sebagai hujan, hanya pikiran jilah tujuan.
Hadir tak nampak di perempatan jalan. Mungkin tersesat di labirin tujuan; atau mungkin kerajaan bersiap-siap bangunkan serdadu-serdadu penyelamat nyawa. Seorang maharani tanpa mahkota, namun penghuni satu-satunya selain dirinya.
Jika itu yang semesta persiapkan, gaun segera kusiapkan. Menghadiri perayaan akbar pertautan masa meski hujan masih berada di beranda altar.Sampaikan kabar meski lewat hujan. Meski gelap satu-satunya cahaya; tak peduli dingin selimutkan malam, pemakaman sebuah malam sejatinya perlu dirayakan. Pun segera kusiapkan gelas tuk bersulang, dengan anggur-anggur pengkhianat senyap. Mimpi kan lenyap dari kelopak bunga yang merayap, hanya nyata yang menghadap. Dan semoga Tuhan tidak terlampau sibuk dengan pekerjaannya untuk segera meng-Aminkan doamu, doa kita.



Unknown
Rabu sore,
Ketika senja mati dipelupuk mata, seingatku begitu
Ada seorang gadis kecil, pernah mencintai sepenuh hati, namun terkhianati, berlalu kemudian ditinggal pergi. 
Diam-diam diundangnya sendiri kematian itu.

Mungkin ia hanya sekelumit gadis bodoh seperti kisah dongeng lainnya. Terjebak pada sebuah kehidupan dalam dunia Naga yang jatuh hati pada Pangeran berkuda putih. Dititahnya gadis kecil keluar dari pesakitan. Cintanya kini sungguh menjadi teramat. Kisah bahagia seperti epic epic lainnya. Jatuh cinta - bahagia - menikah - SELESAI

Namun ia pelupa, ia hidup di dunia nyata yang kejam dan jauh dari akhir bahagia. Nyatanya cintanya terkhianati oleh sesorang yang dianggap segalanya. Seseorang yang begitu hebat dimatanya. Seseorang yang tidak pernah mencintai, seperti ia mencintai. Seseorang yang pernah datang, kemudian pergi. Lalu kembali pada detik ia hampir pulih, namun cintanya tak pernah berpaling. Ia masih mencintai, persis seperti pertama kali. Hatinya layu, atau mungkin dari mula lahir sudah seperti itu.
Cinta pertama yang selalu mudah untuk datang dan pergi sesuka hati, karena kapanpun cinta pertama kan kembali, ia selalu siap memberi lagi satu hati yang tak pernah mati. Sampai akhirnya hatinya benar-benar mati meski cinta pertama tak lagi pergi (mungkin untuk kesekian kali).
Entahlah, mungkin hatinya hanya mati suri. Nyatanya sang gadis kecil masih percaya dengan keajaiban yang ia sebut, “cinta”. Ia percaya, akan ada hati yang mencintai setulus ia mencintai. Tanpa pernah terbagi pun terkhianati (lagi)
Waktu terus berjalan, sang gadis kecil masih terus mencari. Satu hati yang selalu ia dambakan, satu hati yang pasti. Cintapun berkali-kali menghampiri, tawarkan rasa yang ia anggap pernah mati. Namun, setiap kali cinta datang menghampiri, ia malah berhenti. Di satu titik yang ia tak ingin ulangi. Iya, jatuh cinta dan kemudian mati.
Ia terlalu takut tuk mengucap cinta pada yang tak semestinya. Bukan, bukan takut disakiti lagi. Ia lebih takut pada dirinya sendiri. Satu sisi yang mungkin paling liar ia miliki, mencintai.
Lalu untuk apa selama ini ia mencari bukti? Bukti bahwa cinta itu benar-benar suci. Apalagi yang ia cari?
Musuhnya kini bukanlah sakit hati, namun dirinya sendiri. Naluri dan nalar nampaknya tak pernah berdamai tuk memberi jawaban pasti. Mereka selalu bertengkar dalam diri sang gadis kecil.
“Berisik!!” Kata sang gadis kecil kepada sang naluri dan nalar yang berkecamuk dalam diri. “Tinggalkan aku sendiri!!”, katanya lagi.
Kemudian ia pergi dan meninggalkan cinta tanpa arti. Seperti itu, dan terus terjadi. Ia tahu, jika seperti ini terus, ia tak kan bertemu dengan cinta seperti yang ia ingini. Namun, buntu selalu menghampiri tiap tanya pada rasa yang tak ia mengerti.
Ia tahu, ego telah membawanya jauh dari garba kebahagiaan yang selalu siap didepan mata. Ia pun tahu, musuh terbesarnya kini adalah dirinya sendiri.
Ia ingini cinta sebesar rasa takutnya pada dirinya sendiri. Ia tak ingini cinta pergi, namun ia yang selalu ingin pergi.
“Cinta jangan pergi…” Ia memohon.
“Atau aku yang harus pergi? Agar cinta tak perlu tersakiti?” ucapnya lagi.

Bibirnya kelu pada hati yang tak pernah ia mengerti atau logika yang selalu menyuruhnya pergi. Gadis kecil terlalu antipati pada hati yang ia anggap suci.

Jika masih seperti ini, bisa kupastikan sang gadis kecil hanya berakhir sendiri, tanpa hati dan kemudian mati tanpa arti.

Unknown
Kini mungkin ada yang tertatih
Dititah rintih para pedih
Ceritera tentang kaki
Yang harus menari lebih berani
Dari ketakutan
Dibalik kelopak kelopak mata

Senja menjatuhkan doa
Dipenghujung pahatan
Padat memadatkan pemohonan
Biar rindu sepadan dan sejalan
Para pendosa pendosa doa
Padati jiwa jiwa aksara
Dari kalut yang ulur mengulur
Sepanjang umur

Doa tersangkut kabul
Antara perindu dengan pecandu
Dari hamba sahaya bagi jarak
Yang dipanjang-panjangkan
Pekik mereka saling men-shahihkan
Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Indonesia merupakan negara yang kaya baik sumber alamnya, budaya dan segala bentuk potensi manusianya. Bahasa merupakan salah satu keragaman yang dimiliki negara kita, INDONESIA. Dari berbagai bahasa yang tersebar di NKRI ini  salah satunya adalah bahasa NGAPAK. Bahasa ini digunakan di beberapa wilayah seperti, BARLINGMASCAKEB (Banjar negara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen) dan Tegal- sekitarnya. Saking bangganya dengan bahasa NGAPAK, ada salah satu band musik aliran Rap menggunakan bahasa NGAPAK dalam lirik lagunya. Untuk bisa mendapatkan lagu ini anda bisa googling dengan keyword " Rap Cilacap Ngapak". Berikut dibawah ini merupakan lirik lagu Rap Cilacap Ngapak :


Cocotelah Lik !!!
Gyeh ! Tulung dirungokna
Rasah pada nggaya dadi bocah ya !
kakehan ngomong,
Isin apa? nek pada ngomong inyong ?
age-age , wis rungokna bae:

Kiye pancen basane dewek
Aja isin-isin
Nek ora kaya CELEK
Kowe nang kana
Inyong nang kana
Ra usah pada isin karo basane dewek
Engko malah tak eceni
Kowe kaya CELEK
Tetek bengek ,
Kakehan gaya
Malah kaya KETHEK !!!

Dadi wong ko aja pada munafik
Mbok nyadar kowe kowe pada lahir nang ndi?
Dadi wong ngapak musah pada dipungkiri
Raimu di atur dipikis pada kaya silit pitik

Siji, loro, telu
Aja pada kaya ASU
Kowe kae jane karepe pada ngapa ? ( SUU... )
Pancen basane dewek
Dirungokna wagu
Arep kepriwe maning
Kiye kang kanane ( SUU... )

Kiye pancen basane dewek
Aja isin-isin
Nek ora kaya CELEK

Plat R, Plat AA, plat G
Kang ndi bae
Kowe kabeh kae, pancen kaya kue
Nek ngomong lambene
Kudu pada monyong-monyong
Nangapa pada isin
Ndopok karo wong wong

Akeh kancene inyong
Sing pada ora ngaku
Asline kowe kae bocah sing lucu lucu
Mbok kowe kemutan
Bapak karo biyungmu
Gemiyen nganti kapan baen
Koe pancen wong (lucu)

Mbasanu lambe wong wis pada rusak
Malike wong wis pada ra bisa
Basa Ngapak . . .

Nembe wingi pindah kowe wis pada kemlathak
Salasuwe aku getet, ndasmu tak getak
Kiye pancen basane dewek
Aja isin-isin
Nek ora kaya CELEK

Owalah,
Deneng kowe pada sok ngomong Elo-Gue
Men keton ngota sitik, kepriwe pada karepe?
Dadi wong mbok dijagalah (COCOTE)
Dadi wong ngapak jane apasih (SALAHE)

Lhawis be jorna, polahe kowe pada ngapa
Nyong pancen ra bisa, ngatur apa-apa
Tapi tulunglah kowe sitik bae pada bangga
Basa kaya kie nganti kapan kudu dijaga !
Kiye pancen basane dewek
Aja isin-isinNek ora kaya CELEK !!! 

Unknown
Aku heran.
memangnya cinta hanya bisa untuk satu?
tidak bisa dua, tiga, atau empat ?
pecah kepalaku pikirkan itu

tak ada yang buatku gembira
selain berkelana
dari satu pagi ke pagi lain
aku pernah jatuh hati disitu
Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Setiap malam
Kugambar wajah
Masa depan Indonesia
Paginya,
Kuhapus sendiri
Dan aku tertawa-tawa . . .
Bertahun-tahun
Aku tak tidur malam,
Bekerja . . .
Membangun Mercusuar
Cahaya benderang.
Setiap saat
Aku siap mengangkutnya
Langsung ke Sidrathul Muntaha
Karena ternyata Indonesia
Tidak memerlukannya . . .


Semarang, 21 bulan 6
Unknown
Hampir pecah kepalaku
Oleh Indonesia
Otakku remuk
Oleh Praktik negaranya
Darahku mendidih
Melihat tingkah pejabat pejabatnya
Perasaanku terbakar
Oleh KKN nya
Yang pinter dan tidak kentara
Dadaku ini mau meledak
Karena rakyat terus dibodohi
Tidak habis habisnya
Hatiku tidak sabar
Menunggu . . .
Kapan Tuhan membawa kenyataan
Bahwa mereka
Sesungguhnya tidak layak
Duduk dikursinya . . .

Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Tegak tubuhku
Kokoh mengakar
Seperti gunung mengakar
Pada semesta bumi,
Kusapa Engkau
Allahu Akbar,
Allah Maha Besar,
Segala puji bagiMu
Pagi, Siang, Petang
Bagian dariMu untukku
Dan kembali lagi padaMu

Ragaku,
Pikiranku,
Hatiku,
Kunikahkan dengan kerendahan Khauf
Roja'ku atasMu
Inna shalati,
wa nusukii,
wa mahyaaya,
wa mamatii
illahi Rabbi

Engkaulah Al Malik
Penguasa dari Segala-galanya
Puji bagiMu,
Penguasa semesta
Sami'allahuliman hamida
Yaa Rabbi
Dengarlah orang
Yang memujiMu

Sujudku pada tanahMu
Kuratakan keningku
Kutanahkan wajahku
Tundukku atasMu
Robbighfirlii
Warhamnii
Allah,
Ampunilah aku
Kasihanilah aku

 . . .Fil Alllamina Innaka, hamiidummajiid

" Shalat" Semarang, 17 bulan 6
Karya : Yanuar Filayudha




Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Bagaimana aku bersembunyi dariMu
Sedang batu itu mainanMu
Bagaimana aku berlari agar tak tertangkap
Memutar melingkar mencari jalan
Sedang jalan itu sendiri selalu menuju arahMu
Bagaimana aku hindari nyata
Sedang Nyata dan Fana itu masa dariMu
Untukku . . .

Rangkaian senandung syair merdu
Dari kertas terbaik ku lantunkan
Kau kalahkan aku
Hanya dengan satu ayatmu saja
Dengan stanza sumbang
Dari tenggorokan tua kala fajar terlahir
Kubangun dengan mewah rumah
Dengan tudung emasnya
Tapi Surau Mu
Berdinding bambu , langitkan jerami
Tempatkan banyak pengikutmu untuk menyapamu
Sekali lagi Kau kalahkan aku . . .

Allah ku
aku dalam keindahanMu
Ampuni aku dengan istighfar
Dari bibir bibir nadir ini
Banyakkah dosa ini
Dengki,
Munafik,
Congak,
Serakah,
Ujub,
Riya',
Yang menyumbat dalam comberan hatiku
Maka berikan sepercik airMu,
Guyurlah sampah sampah itu

. . .Iyyaka Nasta'in . . .
Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan
Maka janganlah Engkau membuatku keder
Kaulah pemilik segalanya
Kaulah pemilik hatiku
Maha segala Maha

laa ilaaha illallaah… "


Semarang, 11 Juni 2013
Karya : Yanuar Filayudha


Label: 0 komentar | edit post
Unknown
“Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”

Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir


Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
-1987-
Karya : KH Mustafa Bisri
Label: 0 komentar | edit post
Unknown
Tiada hari libur, Ibu selalu membangunkanku dari tidur.
“Waktunya bersujud.” Ibu berbisik di telinga dengan suara paling merdu yang pernha kudengar. Serupa dawai yang lembut mengalun, Ibu menyentuh pelipisku dengan bibir paling ranum. Padahal embun belum jua turun, namun bersujud adalah kewajiban kala subuh mencium ubun-ubun.
Tiada paksaan, Ibu berkata dulu. Pilihanku, segera bersujud atau kembali tidur. Pilihanku, segera melanjutkan berwudhu setelah Ibu. Kami membentuk shaft ke arah kiblat. Ibu mengimami dan mengamini segala doa. Kata Ibu, jika nanti aku memiliki suami, Ia lah yang kan menggantikan Ibu setiap hari.
Aku mencintai Ibu, Aku mencintai Ibu, Aku mencintai Ibu seperti kecintaanku merapal doa setiap waktu. Dan bagiku, inilah caraku dengan ibu bercinta dengan doa-doa yang kami amini selalu. Mengikutinya bersujud dan tersenyum dalam pilu. Baginya, inilah cara terbaik saling memeluk tanpa perlu menyentuh. Berdoa untuk satu, keluarga kami yang utuh.
Inilah hari libur, kala ayahku membangunkanku dari tidur.
“Saatnya ke Rumah Tuhan.” Ayah berbisik dengan kumis putih paling mengelitik. Kali ini tak hanya embun yang telah turun dari dedaun, namun keringat Ayah yang kini ikut mengucur dari dahi ke dagu yang kini mulai keriput. Tiada paksaan, Ayah berkata dulu. Pilihanku, segera bersiap ke Rumah Tuhan setelah perut terisi atau tidur kembali. Pilihanku, segera bersiap dan mengikuti Ayah setelah perut terisi penuh di angka sembilan lebih tiga puluh. Ibu mengantar kami ke beranda depan pintu, melambai dengan senyum paling sendu. Anaknya yang tadi Ia ajak bersujud kala subuh, kini harus mengikuti Ayah ke Rumah Tuhan yang baru.
Di jalan, aku dan Ayah tertawa dan bercerita tentang pagi yang jalang. Hingga jarak tak begitu jumawa membentang meski mentari berkuasa atas kami yang berjalan di trotoar-trotoar usang.
Rumah Tuhan yang Ayah selalu sebut berada di Kota, sebuah gereja tua. Sesampainya kami, Ayah memberi alkitab dan salib untuk berdoa nanti. Ia menuntunku untuk duduk saling berdamping di sisi. Aku melihat Ayah tersenyum bahagia melihat anaknya berada di Rumah Tuhan yang Ia miliki.
“Aku mencintaimu, anakku.” Ucapnya penuh haru. Ayah jarang mengatakannya, mungkin bisa kuhitung. Aku memeluk Ayah sebelum Pendeta memulai doa di depan altar. Kali ini, aku sungguh bahagia karena Ayah.

Aku mencintai Ayahku, seperti kecintaanku merapal doa setiap waktu. Dan bagiku, inilah caraku untuk mendengar kata-kata seperti itu keluar dari mulut Ayah, dengan ini pula aku dan Ayah bercinta dengan bernyanyi dalam doa. Nyanyian dalam gereja tua, melipat tangan dengan salib di dada. Aku dan Ayah, sungguh bahagia. Dalam gereja tua aku berdoa, ;

“Tuhan, yang bernama entah. Dalam beda, Ibu dan Ayahku bersatu kepadaMu dalam tiap doa yang berbeda. Dalam beda, buang perkara yang sanggup memisah. Dalam beda, sungguhkah kau benar ada?”
Jika bisa Tuhan kudeskripsikan, kan kusebut " CINTA "

Unknown
Teruntuk,
Sang Pelupa

" Dinginnya kata, lebih menyakitkan dinginnya sikap.Dinginnya malam, lebih menyakitkan dinginnya pelukan. "
Entahlah, apa yang membuat kau selalu menyukai berjalan di gelap tanpa cahaya. Lumpuh langkah terkadang membuat lelah tuk sekedar berpijak, hingga dingin membekukan apa yang ada didalam. Yang tersisa hanya sebuah rasa yang mati ditelan masa.
Rasa takut, cemas, kekecewaan, sakit hati dan traumatis rasa di belakang nampaknya selalu menjadi kacamata hitam untuk mata. Bukankah bayangan seharusnya di belakang, bukan di muka? Lalu mengapa kaca mata hitam menjadi mata untuk kalian berjalan? Bukankah malam yang selalu kalian suka jalani? Adakah guna kacamata hitammu untuk sebuah malam?
Bayangan hitam yang selalu menghantui sejatinya berada di belakang, bukan di mata. Seharusnya menjadi penopang, saat nyata melumpuhkan ingatan. Seharusnya menjadi selimut, saat dingin menghujam-hujam malam yang kelam. Sadarkah kalian, betapa pagi kalian jadikan malam? Seakan Tuhan tak kan memberi cahaya bagi malam. seakan Tuhan tak menyempurnakan putih untuk sang hitam. Seakan Tuhan tak menciptakan pasangan bagi masing-masing manusia.
Saat ombakmu surut, bersabarlah sebentar. Itu hanya bagian terdalam sang ombak tuk kembali pasang. Adakah percaya di dalamnya bahwa Tuhan telah mengatur semuanya bahkan untuk hal terkecil yang acap kali tak kau hiraukan? Mengapa terpuruk dijadikan rumah bagi hati-hati yang kian membusuk untuk ditinggali? Mengapa berhenti jika kau masih bisa berjalan. Meski hidup bagaikan labirin besar di sebuah taman, percayakah kau bahwa terdapat banyak titik temu diantaranya? Meski hidup bagaikan puzzle tak beraturan, percayakah kau bahwa hanya dengan percikan waktu dan daya pikir, kau bisa membentuk gambaran besar untuk apa yang kau cari? Percayakah kau?
Bagiku, cobaan merupakan kunci kebahagiaan. Bagaimana mungkin kau menghargai bahagia, jika bencana tak pernah singgah bahkan untuk sekedar menyapa? Terkadang kita hanya lupa bagaimana mengucap syukur meski hanya sebentar saja. Untuk pagi-pagi yang selalu menyegarkan, untuk hujan yang selalu menyejukkan, untuk senyum dari orang-orang terkasih, untuk kebaikan yang bahkan tidak kita harapkan, untuk rezeki yang bahkan cuma sekedar lewat, untuk bencana yang membawa berkah, bahkan untuk setiap hembusan nafas dariNya. Pernahkah sebentar saja tuk mengucap syukur untuk apa yang kita miliki bahkan untuk yang tidak pernah kita pinta sebelumnya? Bukankah, setidaknya kau masih memiliki hidup?
Manusia dengan segala egonya. Meminta banyak tanpa sedikitpun memberi. Menjadikan satu-satunya korban yang patut tuk dikasihi. Menyalahkan diri sendiri untuk apa yang tak pernah terjadi atau bahkan lebih buruknya ialah menyalahkan Tuhan untuk ketidak-adilan bagi sang tragedi. Hey, sudahlah. Berhentilah meminta untuk hal yang tak pernah kau coba tuk diusahakan. Berhentilah untuk memaksakan keinginan yang tak seharusnya. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri terlebih Tuhan yang bahkan tak pernah kau sebut dalam puluhan juta kata yang terlontar dari bibirmu di tiap harinya. Berhentilah.
Apa yang kau inginkan, tidak selalu yang kau butuhkan. Dan Tuhan tahu itu.
Masihkah kau bertanya?
Ikhlaskan untuk apa yang tak pernah terjadi. Percayakan untuk setiap cahaya bagi gelap yang kau jalani. Dan bersabarlah untuk sebuah pasang yang surut. Syukurilah untuk apa yang kau miliki sebelum Tuhan mengambilnya kembali.
Sesungguhnya, kebahagian terselip diantara syukurmu.
Jika ada kata untuk mendeskripsikan Tuhan, aku menyebut itu “Cinta”.

Tertanda,

Sang Pengingat (Yang acapkali lupa)

Sample Text

Text Widget

Category

Powered By Blogger

Popular Posts